Napoleon Bonaparte

Empat tahun kemudian Revolusi Perancis meledak dan dalam beberapa tahun pemerintah baru Perancis terlibat perang dengan beberapa negara asing. Kesempatan pertama Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam pertempuran di Toulon (Perancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris), tempat Napoleon bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak lagi berpegang pada paham nasionalis Corsicanya, melainkan sudah menganggap diri orang Perancis. Sukses-sukses yang diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan pada tahun 1796 dia diberi beban tanggung jawab jadi komando tentara Perancis di Itali. Di negeri itu, antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula merebut serentetan kemenangan yang membuatnya seorang pahlawan tatkala kembali ke Perancis.
Di tahun 1798 ia memimpin penyerbuan Perancis ke Mesir. Langkah ini ternyata merupakan malapetaka. Di darat, umumnya pasukan Napoleon berhasil, tetapi Angkatan Laut Inggris di bawah pimpinan Lord Nelson dengan mantap mengobrak-abrik armada Perancis, dan di tahun 1799 Napoleon meninggalkan pasukannya di Mesir dan pulang ke Perancis.

Naiknya Napoleon ke tahta kekuasaan betul-betul menakjubkan. Tepatnya di bulan Agustus 1793, sebelum pertempuran Toulon, Napoleon samasekali tidak dikenal orang. Dia tak lebih dari seorang perwira rendah berumur dua puluh empat tahun dan bukan sepenuhnya orang Perancis. Tetapi, kurang dari enam tahun kemudian --masih dalam usia tiga puluh tahun-- sudah menjelma jadi penguasa Perancis yang tak bisa dibantah lagi, posisi yang digenggamnya selama lebih dari empat belas tahun. Di masa tahun-tahun kekuasaannya, Napoleon melakukan perombakan besar-besaran dalam sistem administrasi pemerintahan serta hukum Perancis. Misalnya, dia merombak struktur keuangan dan kehakiman, dia mendirikan Bank Perancis dan Universitas Perancis, serta menyentralisir administrasi. Meskipun tiap perubahan ini punya makna penting, dan dalam beberapa hal punya daya pengaruh jangka lama khususnya untuk Perancis, tidaklah punya pengaruh yang berarti buat negeri lain.

Politik Napoleon senantiasa menumbuhkan keyakinan bahwa dialah seorang yang membela Revolusi Perancis. Tetapi, di tahun 1804 dia sendiri pula yang memperoklamirkan diri selaku Kaisar Perancis. Tambahan lagi, dia mengangkat tiga saudaranya keatas tahta kerajaan di beberapa negara Eropa. Langkah ini tidak bisa tidak menumbuhkan rasa tidak senang pada sebagian orang-orang Republik Perancis yang menganggap tingkah itu sepenuhnya merupakan pengkhianatan terhadap ide-ide dan tujuan Revolusi Perancis. Tetapi, kesulitan utama yang dihadapi Napoleon adalah peperangan dengan negara-negara asing.
Di tahun 1802, di Amiens, Napoleon menandatangani perjanjian damai dengan Inggris. Ini memberi angin lega kepada Perancis yang dalam tempo sepuluh tahun terus-menerus berada dalam suasana perang. Tetapi, di tahun berikutnya perjanjian damai itu putus dan peperangan lama dengan Inggris dan sekutunya pun mulai lagi. Walaupun pasukan Napoleon berulang kali memenangkan pertempuran di daratan, Inggris tidak bisa dikalahkan kalau saja armada lautnya tak terlumpuhkan. Malangnya untuk Napoleon, dalam pertempuran yang musykil di Trafalgar tahun 1805, armada laut Inggris merebut kemenangan besar. Karena itu, pengawasan dan keampuhan Inggris di lautan tidaklah perlu diragukan lagi. Meskipun kemenangan besar Napoleon (di Austerlitz melawan Austria dan Rusia) terjadi enam minggu sesudah Trafalgar, hal ini sama sekali tidak bisa menghapus kepahitan kekalahan di sektor armada laut.
Di tahun 1808 Napoleon perbuat ketololan besar melibatkan Perancis ke dalam peperangan yang panjang dan tak menentu ujung pangkalnya di Semenanjung Iberia, tempat tentara Perancis tertancap tak bergerak selama bertahun-tahun. Tetapi, kekeliruan terbesar Napoleon adalah serangannya terhadap Rusia. Di tahun 1807 Napoleon bertemu muka dengan Czar, dan dalam perjanjian Tilsit mereka bersepakat menggalang persahabatan abadi. Tetapi, persepakatan dan persekutuan itu lambat laun rusak, dan di tahun 1812 bulan Juni Napoleon memimpin tentara raksasa menginjak-injak bumi Rusia.

Negara-negara Eropa lain, seperti Austria dan Prusia, sadar benar mereka punya kesempatan baik menghajar Perancis. Mereka menggabungkan semua kekuatan menghadapi Napoleon,dan pada saat pertempuran di Leipzig bulan Oktober 1813, Napoleon kembali mendapat pukulan pahit hingga sempoyongan. Tahun berikutnya dia berhenti dan dibuang ke Pulau Elba, sebuah pulau kecil di lepas pantai Itali.
Di tahun 1815 dia melarikan diri dari Pulau Elba, kembali ke Perancis, disambut baik dan kembali berkuasa. Kekuatan-kekuatan Eropa segera memaklumkan perang dan seratus hari sehabis duduknya lagi ia di tahta kekuasaan, Napoleon mengalami kekalahan yang mematikan di Waterloo.
Sesudah Waterloo, Napoleon dipenjara oleh orang Inggris di St. Helena, sebuah pulau kecil di selatan Samudera Atlantik. Di sinilah dia menghembuskan nafasnya yang terakhir tahun 1821 akibat serangan kanker.
Karier militer Napoleon menyuguhkan paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan taktiknya amat memukau, dan bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia bisa dianggap seorang jendral terbesar sepanjang jaman. Tetapi di bidang strategi dasar dia merosot akibat bikin kekeliruan-kekeliruan besar, seperti misalnya penyerbuan ke Mesir dan Rusia. Kesalahan strateginya begitu bego sehingga Napoleon tak layak dijuluki pemimpin militer kelas wahid. Apakah anggapan kedua ini tidak adil? Saya kira tidak. Sesungguhnya, ukuran kebesaran seorang jendral terletak pada kemampuannya mengelak dari berbuat kesalahan-kesalahan yang menuntun kearah kehancuran. Hal semacam itu tak terjadi pada diri Alexander Yang Agung, Jengis Khan dan Tamerlane yang tentaranya tak pernah terkalahkan. Berhubung Napoleon pada akhirnya dapat dikalahkan di tahun 1815, Perancis memiliki daerah lebih kecil ketimbang yang pernah dipunyainya di tahun 1879, saat pecahnya Revolusi.

Teramat masyhurnya nama Napoleon amat mudah menjebak orang menganggap dia itu berpengaruh besar secara berlebih-lebihan. Masa pengaruh jangka pendeknya memang besar, mungkin lebih besar dari Alexander Yang Agung walaupun tidak sebesar Hitler. (Menurut taksiran, sekitar 500.000 tentara Perancis mati dalam perang Napoleon, sedang sekitar 800.000 orang Jerman tewas selama Perang Dunia ke-2). Dengan ukuran apa pun, perbuatan pengrusakan Napoleon lebih sedikit ketimbang apa yang diperbuat Hitler.
Dalam kaitan pengaruh jangka panjang, tampaknya Napoleon lebih penting ketimbang Hitler, meski lebih kurang penting dibanding Alexander Yang Agung. Napoleon melakukan perubahan luas dalam tata administrasi Perancis, tetapi penduduk Perancis cuma satu per tujuh puluh penduduk dunia. Dalam tiap kejadian, perubahan administratif macam itu harus ditinjau dari sudut perspektif yang sewajarnya. Pengaruhnya terhadap orang Perancis jauh lebih sedikit ketimbang perubahan-perubahan sejumlah kemajuan teknologi dalam masa dua abad belakangan ini.
Banyak orang bilang, masa Napoleon menyediakan peluang bagi perubahan-perubahan bagi terkonsolidasinya dan semakin mapannya kaum borjuais Perancis. Di tahun 1815, tatkala monarki Perancis akhirnya tersusun kembali, perubahan-perubahan ini ditopang dan dilindungi begitu baiknya sehingga kemungkinan bisa kembalinya pola-pola sosial orde lama suatu hal yang sepenuhnya mustahil. Tetapi, perubahan terpenting sebetulnya terjadi dan tersusun sebelum Napoleon. Pada tahun 1799 ketika Napoleon memegang kendali pemerintahan mungkin setiap jalan ke arah kembalinya ke masa status quo sudah terlambat. Tetapi, lepas dari ambisi Napoleon sendiri yang keraja-rajaan, dia memang pegang peranan penting menyebarnya ide revolusi ke seluruh Eropa.
Napoleon juga membawa akibat timbulnya pengaruh-pengaruh luas dan besar dalam revolusi Amerika Latin. Penyerbuannya ke Spanyol melemahkan pemerintahan Spanyol sehingga cengkraman kolonialnya di daerah-daerah jajahannya juga dengan sendirinya melonggar dan tidak efektif. Dalam situasi de facto otonomi inilah gerakan-gerakan kemerdekaan Amerika Latin mulai meletus.
Dari semua langkah perbuatan Napoleon, yang paling penting dan paling punya pengaruh berjangka panjang justru yang berada di luar rencananya dan tidak ada sangkut pautnya dengan rencana Napoleon sendiri.

Napoleon, tentu saja, bukanlah satu-satunya orang yang berperanan dan bertanggung jawab atas penjualan ini. Pemerintah Amerika jelas pegang peranan pula. Tetapi, penawaran Perancis menjual Louisiana diputuskan dalam perundingan oleh satu orang. Dan orang itu Napoleon Bonaparte.
Catatan:

Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu.
Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.
Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia Internasional.
Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?
Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura.
“I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters ?”
“The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun ! One shall see the stars falling into the sea… I say that of all the suns and planets,…”
“Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Lut beserta kedua puterinya ?” (Lihat Kejadian 19:30-38)
“Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut…. saya katakan, semua matahari dan planet-planet ….”
Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
“Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters.”
“Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa.”
Selanjutnya :
“Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans.”
“Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam.”
Akhirnya ia berkata :
“In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner.”
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping.”
Napoleon Bonaparte mengagumi Al-Quran setelah membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab (Injil). Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al-Quran daripada Alkitab (Injil), juga semua cerita yang melatar belakanginya.
(Sumber: Pustaka Onlone Isnet Media & berbagai Sumber)
Post a Comment