Header Ads

test

Lepasnya Burung Hantu Di Indonesia

Meski ratusan tahun beroperasi di Nusantara, keberadaan Freemason (Belanda:Vrijmetselaarij), nyaris tak tertulis dalam buku-buku sejarah. Padahal, banyak literatur yang cukup memadai untuk dijadikan rujukan penulisan sejarah tentang gerakan salah satu kelompok Yahudi di wilayah jajahan yang dulu bernama Hindia Belanda ini.

Di antaranya adalah: Vrijmet selaarij: Geschiedenis, Maats chapelijke Beteekenis en Doel (Freemason: Sejarah, Arti untuk Masyarakat dan Tujuannya) yang ditulis oleh Dr Dirk de Visser Smith pada tahun 1931, Geschiedenis der Vrymet selary in de Oostelijke en Zuidelijke Deelen (Sejarah Freemason di Timur dan Selatan Bumi) yang ditulis oleh J Hagemen JCz pada tahun 1886, Geschiedenis van de Orde der Vrijmetselaren In Nederland Onderhoorige Kolonien en Londen (Sejarah Orde Freemason di Nederland di Bawah Kolonialisme) yang ditulis oleh H Maarschalk pada tahun 1872, dan Gedenkboek van de Vrijmet selaaren In Nederlandsche Oost Indie 1767-1917 (Buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917), yang diterbitkan secara resmi pada tahun 1917 oleh tiga loge besar; Loge de Ster in het Oosten (Batavia), Loge La Constante et Fidele (Semarang), dan Loge de Vriendschap (Surabaya).

Di samping literatur yang sudah berusia ratusan tahun tersebut, pada tahun 1994, sebuah buku berjudul Vrijmetselarij en samenleving in Nederlands-Indie en Indonesie 1764- 1962 (Freemason dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764- 1962) ditulis oleh Dr Th Stevens, seorang peneliti yang juga anggota Freemason. Berbeda dengan buku-buku tentang Freemason di Hindia Belanda sebelumnya, buku karangan Dr Th Stevens ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 2004.

Buku-buku yang mengungkap tentang sejarah keberadaan jaringan Freemason di Indonesia sejak masa penjajahan tersebut, sampai saat ini masih bisa dijumpai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Bahkan, Indisch Macconiek Tijdschrift (Majalah Freemason Hindia), sebuah majalah resmi milik Freemason Hindia Belanda yang terbit di Semarang pada 1895 sampai awal tahun 1940-an, juga masih tersimpan rapi di perpustakaan nasional.

Selain karya Stevens dan H Maarschalk yang diterbitkan di negeri Belanda, buku-buku lainnya seperti tersebut di atas, diterbitkan di Semarang dan Surabaya, dua wilayah yang pada masa lalu menjadi basis gerakan Freemason di Hindia Belanda, selain Batavia. Keberadaan jaringan Freemason di Indonesia seperti ditulis dalam buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917 adalah 150 tahun atau 199 tahun, dihitung sejak masuknya pertama kali jaringan Freemason di Batavia pada tahun 1762 sampai dibubarkan pemerintah Soekarno pada tahun 1961.

Selama kurun tersebut Freemason telah memberikan pengaruh yang kuat di negeri ini. Buku Kenang-kenangan Freemason di Hindia Belanda 1767-1917 misalnya, memuat secara lengkap operasional, para tokoh, dokumentasi foto, dan aktivitas loge-loge yang berada langsung di bawah pengawasan Freemason di Belanda. Buku setebal 700 halaman yang ditulis oleh Tim Komite Sejarah Freemason ini adalah bukti tak terbantahkan tentang keberadaan jaringan mereka di seluruh Nusantara.

Keterlibatan elite-elite pribumi, di antaranya para tokoh Boedi Oetomo dan elite keraton di Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, terekam dalam buku kenang-kenangan ini. Radjiman Wediodiningrat, orang yang pernah menjabat sebagai pimpinan Boedi Oetomo, adalah satu-satunya tokoh pribumi yang artikelnya dimuat dalam buku kenang-kenangan yang menjadi pegangan anggota Freemason di seluruh Hindia Belanda ini.

Radjiman yang masuk sebagai anggota Freemason pada tahun 1913, menulis sebuah artikel berjudul ”Een Broderketen der Volken” (Persaudaraan Rakyat). Radjiman pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Selain Radjiman, tokoh-tokoh Boedi Oetomo lainnya yang tercatat sebagai anggota Freemason bisa dilihat dalam paper berjudul The Freemason in Boedi Oetomo yang ditulis oleh CG van Wering.

Kedekatan Boedi Oetomo pada masa-masa awal dengan gerakan Freemason bisa dilihat setahun setelah berdirinya organisasi tersebut. Adalah Dirk van Hinloopen Labberton, pada 16 Januari 1909 mengadakan pidato umum (openbare) di Loge de Sterinhet Oosten (Loji Bin - tang Timur) Batavia. Dalam pertemuan di loge tersebut, Labberton memberikan ceramah berjudul, ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam Kaitannya dengan Boedi Oetomo).

Theosofi adalah bagian dari jaringan Freemason yang bergerak dalam kebatinan. Aktivis Theosofi pada masa lalu, juga adalah aktivis Freemason. Cita-cita Theosofi sejalan dengan Freemason. Apa misi Freemason? Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, di mana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”

Jadi, misi Freemason adalah “menghapus pemisah antarmanusia!”. Salah satu yang dianggap sebagai pemisah antarmanusia adalah 'agama'. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.”

Paham yang dikembangkan Freemason adalah humanisme sekular. Semboyannya: liberty, egality, fraternity. Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Freemason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya.

Prinsip Freemasonry adalah 'Liberty, Equality, and Fraternity'. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996). Harun Yahya, dalam bukunya, Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Freemasonry (Terj), mengungkap upaya kaum Freemason di Turki Usmani untuk menggusur Islam dengan paham humanisme.

Dalam Boedi Oetomo


…pengaruh Tarekat Mason Bebas atas emansipasi segmen penduduk Indo-Eropa telah mendapat perhatian , tidaklah terlupakan bahwa mereka juga mempunyai pengaruh dalam gerakan nasional Indonesia. Kaum Mason Bebas sudah pada tahap dini mengadakan hubungan dengan salah satu organisasi politik Indonesia yang pertama, yang bernama ‘’Budi Utomo" ". (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal. xviii).

Pada awal masa gerakan nasional kaum Mason bebas sudah berusaha menguasai perpolitikan Indonesia dengan cara sokongan keuangan bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berbakat. Kehebatan kaum Mason Bebas di Indonesia ini pada kemudian hari tampak pada pendirian sekolah-sekolah dan perpustakaan yang tersebar hamper diseluruh Indonesia, kita dapat lihat lokasi-lokasi dan waktu berdirinya sekolah-sekolah bentukan kaum Freemason ini,:

  • 1875 di Semarang
  • 1879 di Batavia
  • 1885 di Yogyakarta, dua sekolah
  • 1887 di Surakarta dan Magelang
  • 1888 di Buitenzorg (Bogor)
  • 1889 di Padang dan Probolinggo
  • 1892 di Semarang, sekolah kedua
  • 1897 di tegal
  • 1898 di Bandung dan Manado
  • 1899 di Aceh
  • 1900 di Malang
  • 1903 di Malang, sekolah kedua
  • 1905 di Bandung, sekolah kedua
  • 1907 di Blitar
  • 1908 di Surabaya
  • 1900 di Padang, Magelang (sekolah kedua) dan Medan, Makssar, Kediri
  • 1926 di Malang, sekolah ketiga
Selain mendirikan sekolah-sekolah, para anggota Tarekat Mason Bebas di Indonesia ini juga mendirikan berbagai perpustakaan di berbagai daerah. Di semarang pada tahun 1875 di buka peprustakaan yang disebut “De Verlichting” dan pada tahun 1917 ditempatkan di Perpustakaan Pusat dan Ruang Baca Umum. Jenis perpustakaan itu dengan berjalannya waktu, muncul hampir bersamaan dengan di semua tempat yang ada loge. Pada tahun 1877 didirikan sebuah perpustakaan di Padang dan kemudian: 
  • 1878 di Yogya
  • 1879 di Surabaya
  • 1882 di Salatiga
  • 1889 di Probolinggo
  • 1890 di Buitenzorg (Bogor)
  • 1891 di Bandung
  • 1892 di Menado
  • 1895 di Manado
  • 1897 di Tegal
  • 1899 di Medan
  • 1902 di Ambon
  • 1902 di Malang
  • 1908 di Magelang
  • 1907 di Blitar
Usaha-usaha dari kaum Mason Bebas ini juga berujung pada perekrutan anggota-anggota pada Budi Utomo yang ditarik untuk menjadi anggota Tarekat Mason Bebbas ini.

Usaha penetrasi dari luar sangatlah sukar mengingat kaum terpelajar pada saat itu masih dibilang relative sedikit, untuk memuluskan usaha-usaha Mason ini, mereka melakukan penetrasi kedalam tubuh Budi Utomo. Dalam usaha Freemason ini, rupanya bantuan dana merupakan sumber utama untuk menyebarluaskan manifesto politik Freemason pada Budi Utomo, seperti bantuan dari Loge Mataram (cabang Freemason di Yogyakarta waktu itu):

“ Tarekat Mason Bebas…”melalui perantaraan Paku Alam”, memberikan bantuan kepada “Budi Utomo”. Loge Jogya “Mataram” ia sebut sebagai suatu lembaga yang berbakti dan pantas dihormati”. (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, hal. 48).


Beberapa tokoh Indonesia yang menjadi member Budi Utomo juga sejatinya merupakan aktifis dari Tarekat Mason Bebas ini, kita dapat lihat seperti Pangeran Arionotodirojo (1858-1917). Masuk keanggotaan loge Mataram pada tahun 1887 dan memegang berbagai jabatan kepengurusan. Ia ketua Boedi Oetomo antara tahun 1911-1914. pada tahun 1913 ia mendirikan Sarekat Islam Cabang Yogya yang banyak beranggotakan elit Jawa. Notodirojo seorang yang disegani dan dianggap sebaga pergerakan rakyat Jawa, selanjutya kita temukan Raden Adipati Tirto Koesoemo Bupati Karanganyar. Anggota Loge Mataram sejak tahun 1895. ketua pertama Boedi Oetomo. Pada kongres ke dua Boedi oetomo, yang diadakan di gedung Loge Mataram, ia mengusulkan pemakaian Bahasa Melayu, mendahului Sumpah Pemuda. Dan tokoh yang dipanggil menhadap Marsekal Terauchi ke kota Saigon bersama Ir. Sukarno dalam kaitanya dengan kemerdekaan Indonesia, yaitu Dr. Radjiman Wediodipoera (Wediodiningrat) 1879-1952. Antara tahun 1906 dan 1936 dokter pada keraton Solo. Sarjana dan penulis mengenai falsafah budaya. Pejabat ketua Boedi Oetomo 1914-1915. pada tahun 1945 memainkan peranan penting sebagai ketua dari Badan Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Sebenarnya gerakan kebangkitan nasional versi Budi Utomo ini lebih dapat disebut sebagai usaha bercokolnya Yahudi di Indonesia melalui selubung kaum Freemason atau Tarekat Mason Bebas, karena kita juga dapat temui komunitas Yahudi di Indonesia.

Jika Yahudi pra kemerdekaan yang tergabung di dalam Freemason itu hengkang setelah keputusan Presiden pertama Ir. Sukarno tentang organisasi terlarang Freemason (dan organisasi terselubung lainnya seperti Rotary Club dan Lions Club), ternyata di kemudian hari Freemason dan Yahudi ini kembali eksis setelah sembunyi-sembunyi.

Modus operandi mereka mengaku sebagai keturunan Arab, umat awam pasti akan terkecoh karena Yahudi dan Arab dalam segi fisik tak jauh berbeda. Bukti eksisnya Yahudi ini dapat kita telusuri. Contoh paling mudah tentang eksisnya Yahudi serta Sinagognya yang sampai detik ini masih eksis berdiri karena dipertahankan sebagai Cagar Budaya, dapat kita lihat pada daerah Surabaya, tepatnya Jalan Kayon no. 4 Surabaya, utara Delta Plaza Surabaya saat ini, di daerah Gubeng, seperti tampak pada foto di bawah ini:


Buku Tarekat Mason Bebas ini hanya dicetak 5000 eksemplar oleh Pustaka Sinar Harapan, dan hanya diterbitkan 1 kali cetak yaitu pada tahun 2004, menurut keterangan dari Masyhud SM (penerjemah dan penulis buku best seller “Misteri Natal” dan “Dialog Santri-Pendeta”) yang penulis hubungi lewat telepon selulernya, buku tersebut hak penerbitan dan pencetakannya telah dibeli oleh orang Yahudi, karena memang tujuan buku ini bukan untuk konsumsi publik, melainkan dipersembahkan kepada para anggota dan mantan anggota dari Tarekat Mason Bebas di Hindia-Belanda dulu dan di Indonesia.

Tanya Jawab Soekarno &  Freemason

Setelah kegiatan Mason Bebas di mulai pada tahun 1764 di tandai dengan berdirinya “La Choisie” atas prakarsa J.C.M Radermacher di Batavia, hingga melewati Perang Dunia I Freemason di Indonesia tidak mengalami masalah yang berarti di karenakan dengan mendompleng VOC mereka dengan lugas dapat menguasai sendi-sendi perpolitikan Indonesia. Berbekal merekrut orang-orang yang mempunyai “kemampuan” lebih serta “strategis” di Volksraad dan Raad Van Indie, kaum Mason Bebas melebarkan banyak kepentingannya untuk bercokol serta eksis di Indonesia. Bahkan Boedi Oetomo tak lepas dari cengkraman Mason Bebas.

Masalah mulai datang ketika perang dunia kedua dimana Jepang berhasil menduduki Indonesia. Jepang seperti kita tahu berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbour yang merupakan pemicu Perang Asia Timur Raya. Seperti Negara-negara lainnya, Jepang berhasil mengusir para Belanda dari lokasi-lokasi strategis dan menggantinya dengan infrastruktur dari Jepang. Tak urung segala bentuk Loji (rumah pemujaan Mason Bebas) dan ritual Freemason di bredel oleh Jepang karena mencerminkan “ke-Belandaan”. Beberapa Loji di sejumlah daerah seperti Loji Mataram, Loji Malang, serta Loji De Ster in het Oosten Batavia menjadi sasaran Jepang. Para awak Mason Bebas ini pada akhirnya ada yang menjadi tawanan di kamp Baros Cimahi dan segala usaha untuk memunculkan ritualpun berhasil digagalkan oleh Jepang. Pada masa inilah Freemason di Indonesia mengalami masa kritis dan surut di karenakan dirinya seperti tidak mempunyai pelindung dan nyawa untuk bertahan hidup.

Setelah sekutu melakukan bom atom pada kota Nagasaki dan Hiroshima yang berimbas Jepang menyerah kepada sekutu, sekaligus momentum Indonesia mendeklarasikan secara de facto telah merdeka, Mason Bebas juga seiring dengan hal tersebut bangkit ke permukaan setelah tidur bermimpi buruk pada masa pendudukan Jepang. Usaha-usaha dari Mason Bebas yang semakin militan ini di tandai dengan terang-terangan membuat “tameng” dengan dalih bahwa asas-asas Mason bebas sesuai kepribadian bangsa Indonesia. Ketika Indonesia berubah format menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), pada tanggal 21 Desember 1949 Pengurus Besar Provinsial Mason Bebas Indonesia mengirimkan telegram kepada presiden Indonesia kala itu yaitu Ir. Sukarno dan mengirim pula telegram kepada Perdana Menteri M. Hatta yang juga di balas oleh beliau juga menyatakan terima kasihnya dan juga atas nama-nama anggota kabinetnya, atas ucapan selamat dan atas penegasan bahwa salah satu sila Pancasila di Undang-Undang Dasar tentang kemanusiaan, seluruhnya mendapat resonansinya dalam asas-asas Tarekat Mason Bebas. Adapun telegram kepada Presiden RIS, Ir Sukarno adalah sebagai berikut:

“Berhubung dengan pengangkatan Yang Mulia sebagai presiden pertama Republik Indonesia Serikat, Tarekat Mason Bebas dengan segala hormat mengucapkan selamat kepada Yang Mulia, dan menegaskan kepada Anda bahwa tujuan-tujuan RIS untuk melayani kemanusiaan seluruhnya mendapat resonansi dalam asas-asas Tarekat Mason Bebas.”

Pada awalnya Tarekat Maosn Bebas Indonesia ini tidak pernah mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah kala itu, tapi sebaliknya Tarekat Mason Bebaslah yang memberikan “perhatian” serius terhadap pemerintahan. Kalangan atas tidak bergejolak dengan Mason Bebas, bukan berarti kalangan rakyat tidak bergejolak dengan Mason Bebas. Di dalam lapisan bawah masyarakat sudah terjadi kegoncangan perihal para Mason yang melakukan pemujaan di dalam Loji. Masyarakat kawasan Menteng tampak gerah dengan di buatnya gedung Adhuc Stat sebagai Loji Mason Indonesia, ritual-ritual kebatinanpun terdengar sampai kepelosok Menteng dan karena ajaran kebatinan yang berhubungan dengan arwah dan pemujaan terhadap kultus inilah oleh masyarakat Menteng Loji Adhuc Stat disebut sebagai “Rumah Setan”. Loji ini dahulu ketika pendudukan Jepang di jadikan Jepang sebagai tempat menyiksa para pejuang kemerdekaan. Desas desus inipun sampai kepada presiden Sukarno dan pada tanggal 3 Maret 1950 delegasi dari Mason Bebas menemui presiden untuk menjelaskan desas desus tersebut.

Tak urung delegasi dari Mason Bebas ini membuat 2 artikel sebagai bukti bahwa Mason Bebas hanyalah organisasi biasa yang di kutip dari Konstitusi Freemason karangan J. Anderson. Tanya jawab antara Presiden Sukarno dan delegasi Mason Bebas inipun di catat dalam catatan mereka “De Conseoratie” halaman 12-14:

Sukarno: Apakah Mason menganut ajaran Satu Tuhan yang ekslusif (Pantheist) atau Tauhid (Monotheist) ?
Delegasi Mason: Ada tempat bagi kedua aliran ketuhanan di dalam wadah perkumpulan, yang terutama adalah pecaya kepada Kemahakuasaan Tuhan.
Sukarno: Apakah ateis di terima di dalam perkumpulan?
Delegasi Mason: Hal itu tidak diperbolehkan untuk bergabung dengan kami.
Sukarno: Apakah para Mason adalah pemikir bebas?
Delegasi Mason: Kami menghormati pandangan keagamaan setiap orang dan tidak mematok secara khusus agama yang di jadikan penyeragaman bagi semuanya, tetapi kami diantara kami ada pemikir bebas.
Sukarno: Mengapa ada yang mengatakan bahwa Freemasonry hanya berbuat baik kepada para anggotanya saja?
Delegasi Mason: Itu adalah sebuah pemikiran salah yang berkembang secara luas. Kami menderma sebagai paling utama dalam diri seorang Mason yang di lambangkan dengan meletakan sebuah logam di sisinya.
Sukarno: Bagaimana anda mendapatkan nama “masons” and mengapa diawali dengan awalan “free” pada ini (namanya pen.)?
Delegasi Mason: Konsep dari Freemasonry ini dapat di lihat dari sisi sejarah dan sisi idealnya. Dalam sejarah, kita kembali kepada abad-abad pertukangan, idealnya, kepada susunan arsitektur, yiatu Kuil Humanitas, awalan “free” berarti tingginya sesuatu yang yang kami punyai untuk menghargai keyakinan agama orang lain sehingga siapapun dapat memberikan sumbangsih dengan sesuatu yang dia punyai sendiri.
Sukarno: Apakah benar bahwa Masons selalu membantu orang lain?
Delegasi Mason: Kami membantu seorang Saudara (Bruder), tetapi kami tidak pernah memilih dia diatas bukan mason yang lebih berkualitas.

Setelah tanya jawab itu akhirnya delegasi dari Mason Indonesia memberitahu Presiden Sukarno jika Freemason tidak terikat dengan kepentingan politik dan tidak pernah mentolerir diskusi tentang apapun dalam kaitannya dengan agama. Delegasi Mason pun memberi tahu bahwa mereka di dalam prinsip-prinsip Freemaosnry bertanggung jawab atas kepribadian orang-orang Indonesia. Namun presiden Sukarno masih saja menaruh curiga terhadap Freemasonry ini, akhirnya pertanyaan terkahir adalah:

Sukarno: Mengapa orang-orang Indonesia masih menjuluki Lodge/Loji sebagai rumah setan?
Delegasi Mason: Mungkin suasana misterius menyelimuti seluruh kawasan Lodge/Loji. Keadaan misterius ini akan kami segera ubah. Kemungkinan tentang kata “setan” adalah penyebutan yang salah dari orang suci yang kami puja yaitu Sint Jan.

Itulah usaha dari Freemason untuk mengelabui Presiden Sukarno ketika itu, padahal dalam Freemasonry unsur kebatinan dan kaballah (mistik Yahudi) sangatlah kental sehingga ritual-ritual gaibpun menyelimuti Lodge/Loji. Dari kecurigaan itulah yang nantinya akan membawa dampak dengan dikeluarkannya Keppres No. 264 tahun 1962 yang berisi tentang pelarangan sejumlah organisasi import termasuk di dalamnya Freemasonry (Loge Agung Indonesia) dengan alasan berasal dari luar dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia oleh Ir. Soekarno. Setelah Keppres itu turun, maka Loge Agung Indonesia/ Vrijmetselaren Loge (Federasi Mason Indonesia atau Freemasonry Indonesia) dalam hal itu bertempat di Loji Adhuc Stat dan seluruh Loji di Bandung, Semarang, dan Surabaya di nyatakan sebagai organisasi terlarang dan harus di hentikan kegiatannya.


Tapi 38 tahun kemudian Presiden Abdurrahman Wahid mencabut keppres No. 264 tahun 1962 dengan mengeluakan  Keppress No. 69 tahun 2000 pada tanggal 23 Mei 2000. Sejak itulah, keberadaan kelompok-kelompok Yahudi seperti Organisasi Liga Demokrasi, Rotary, Divine Life Society, Vrijmetselaren-Loge (Loge Agung Indonesia) atau Freemasonry Indonesia, Moral Rearmament Movement, Ancient Mystical Organization Of Rosi Crucians (AMORC) dan Organisasi Baha’i menjadi resmi dan sah kembali di Indonesia.
Sungguh Ironis ....!!!!

(Sumber: Wikipedia & Berbagai Sumber)



1 komentar:

  1. Kaum zionis akan melakukan berbagai cara untuk memecah belah persatuan dan kesatuan setiap bangsa, lihat saja di Indonesia seKarang .... Bukankah banyak terjadi kekacauan dan kerusuhan yang terjadi???

    BalasHapus